Selasa, 28 April 2020

MENGENAL MASYARAKAT ADAT BREBES MELALUI TRADISI NGAGUYANG KUWU

MENGENAL MASYARAKAT ADAT DI BREBES MELALUI TRADISI NGAGUYANG KUWU

 

Waaaah waaah ada apa sih?kok malah rame-rame main air sih?.

Eitss ini bukan sembarang main air loh. Rupanya mereka lagi melaksanakan tradisi ngaguyang kuwu alias tradisi meminta hujan. Mereka ini adalah masyarakat kampung adat budaya Jalawastu yang berada di Desa Ciseureuh, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes-Jawa Tengah. Ga sangka kan kalo di daerah Pantura tuh ada masyarakat adat? Mungkin kita taunya Baduy yang ada di daerah Banten aja yah.. hehehe..

















Tepat pukul 8 pagi, warga berbondong-bondong sudah bersiap untuk memulai acaranya. Hal itu ditandai dengan masyarakat dan tokoh masyarakat bersama-sama mendoakan kepala desa. Yaa karena beliaulah yang nantinya akan dimandikan oleh masyarakat saat berlangsung tradisi ngaguyang kuwu. 

Namun untuk bisa sampai ke tempat acara, mereka harus berjalan sejauh 700 meter untuk bisa sampai aliran Sungai  Rambu Kasang yang airnya berasal dari Curug Rambu Kasang. Setidaknya  perjalanan ini membutuhkan waktu 30 sampai 45 menit guys. Meski ga jauh tapi perjalanannya tuh ga mudah. Soalnya jalanan setapaknya masih berbatu dan cukup licin. Bahkan saya saja kesusahan untuk bisa jalan. Yaah kalo dibandingkan sama warga sekitar yang udah terbiasa lewat jalanan kayak gitu sih jauh banget. Langkah kaki mereka tuh lincah banget ketika lewat  tanjakan atau turunan yang cukup terjal. Bahkan kakek-kakek atau nenek-nenek pun masih gesit kayak anak muda deh. Saya aja kalah deh ketauan jarang jelajah alam. Tapi balik lagi sih itupun karena mereka sudah terbiasa dan memang harus melewati jalanan setapak itu untuk bisa beraktifitas sehari-hari.   

Oh yaa Sungai Rambu Kasang ini dipilih sebagai tempat diadakan setiap ritual karena aliran sungainya adalah sumber air masyarakat adat Jalawastu loh. Mulai dari kebutuhan air minum sampai untuk cuci biasa dilakukan di aliran sungai Rambu Kasang ini guys.

Bagi masyarakat, tradisi ini dianggap sebagai jeritan hati mereka yang berdoa untuk meminta diturunkan hujan kepada Allah swt. Tradisi ini hanya bisa dilakukan ketika diperlukan dan sudah sangat mendesak. Jadi jika hujan belum juga turun juga dalam beberapa bulan, maka dilakukan lah tradisi ini.








Setelah sampai aliran sungai, warga melakukan tugasnya masing-masing. Ada yang
membendung air dengan batu. Ada juga yang  menumbuk akar pohon yang diambil dari lingkungan sekitar. Mereka percaya bahwa buih-buih air yang muncul dari penumbukan itu dianggap sebagai awan. Harapannya sih agar awan banyak berkumpul di desa dan sekitarnya sehingga bisa hujan deh.  

Lalu selanjutnya makanan dan sesaji yang udah disedaiin harus didoakan dulu ya.. Supaya tujuan dan pengharapan dari acara tradisi ngaguyang kuwu ini bisa dikabulkan. Terus acara makan bersama deh. Uniknya makanan yang sudah disediakan itu bukanlah sesaji yaa tadi didoakan yaa. Tetapi bekal yang udah disiapkan oleh para ibu untuk warga yang ikut berpartisipasi. untuk makanan jaman dulunya adalah nasi congcot atau nasi kerucut. Sama dengan  nasi tumpeng juga. Cuma ukurannya aja yang kecil.

Selain itu ada juga umbi-umbian. Yes kalo di Jalawastu, umbi-umbian adalah makanan pokok. Kebiasaan memakan umbi sebagai pengganti nasi adalah karena adanya “Guriyang panutus” . “Guriyang panutus” adalah sebuah ajakan leluhur adat Jalawastu yang hanya memperbolehkan masyarakatnya untuk memakan umbi-umbian. Tapi seiring berjalannya waktu yah masyarakatnya ada juga yang sudah beralih ke nasi.

Woaaaah olrait back to acara guys. Acara puncak tradisi ini adalah ketika kepala desa dimandikan oleh tokoh masyarakat. Ucapan doa terus mengalir sembari mengiringi suara cipratan air yang berisi bunga.

Bunga sendiri merupakan lambang kasih sayang dan pengharum. Sehingga air pertama yang disiramkan ke tubuh kepala desa menandakan kasih sayang warga kepada kepala desa. Harapannya sih bukan hanya harum tubuhnya tapi juga harum perbuatannya.

#FUNFACT Orang yang dimandikan pertama kali harus yang lahir pada weton jumat. Begitupun yang memandikannya pertama kali sih wajib lahir pada weton jumat juga. Tuh jadi ga bisa seenaknya tunjuk siapa aja.

Nah air yang nyiprat kesana kemari itu digambarkan sebagai hujan. Tapi kalo soal bersenang-senang main air sih menunjukkan warga akan sukacita ketika nanti ada hujan besar.

Eeh rupanya ada tujuannya juga tuh kenapa semua masyarakat ikutan acara ini?. Soalnya semakin banyak orang yang berdoa semakin diharapkan doanya didengar. Kalo sampai siram air sana sini sih menunjukkan gambaran betapa senangnya anak-anak jika hujan pertama turun

Eits tapi ga berhenti di situ aja. Sungai yang dibendung dengan batu harus dialirkan kembali ke sungai. Maksudnya sih mengambarkan layaknya air mengaliri sungai. Yang tadinya kering mendadak dibasahi air.

Gimana?udah mulai mengenal masyarakat adat Jalawastu dong?

#FUNFACT Guys, tradisi di Indonesia itu beragam cara dan tujuannya. Tentu aja ada berbagai macam alasan kenapa tradisi itu dilakukan. Tapi yang paling penting adalah tradisi harus tetap dipertahankan. Karena tradisi memiliki unsur kepercayaan, pengetahuan, serta nilai-nilai moral maupun adat istiadat.. 

Please wait for my next story! xoxo


Tidak ada komentar:

Posting Komentar